Senin, 09 Maret 2020

1 komentar
Aku rasa cukup kurang ajar diri ini menganggap kasih ibu hanya kata pemanis dalam puisi.
Padahal setiap aku terjatuh, tangan Beliau yang  letih selalu ada untuk ku genggam.

Begitu bodoh jika aku anggap raut muka beliau yang lelah adalah drama agar aku mengkasihaninya. 
Tidak. 

Waktu setiap detiknya akan merubah yang ada. 
Kini aku semakin dewasa,
Tuhan memberiku gelar ibu di usia muda. 
Ibu....
Aku pikir,  aku tidak terlalu muda untuk menjadi seorang Ibu. 
Mudah mungkin bagiku, awalnya. 

Namun Tuhan. ....
Aku salah, 
Aku berdosa, 
Mengapa kira ku begitu hina saat dulu? 
Aku merasakan apa itu sebenarnya cinta saat menjadi Ibu. 
Aku merasakan apa itu takut kehilangan setelah menjadi ibu. 
Rasanya, lebih dari jatuh cinta. 
Lebih
Ntaah bagaimana prosesnya. 

Ibu, 
Manusia yang akan selalu mencintai anaknya.  Tentu.
Manusia yang terlebih dahulu mengkhawatirkan anak sebelum diri mereka sendiri. 
Manusia yang tak ingin bahkan air mata itu basahi gadis kecilnya. 

Ibu, 
Maafkan aku. ..
Aku tau kini mengapa raut wajahmu sangat begitu lelah.
Kini aku mengerti mengapa kau rela memberi tanganmu, padahal kau tau tanganmu telah retak. 
Ibu, 
Aku mengerti mengapa kini kau rela hidupmu untukku. 

Ku rasa Tuhan Maha benar menciptakan malaikat bernama Ibu. 
Ku rasa Tuhan akan selalu benar meletakkan Surga dibawah kaki mu Bu. 
Ku rasa aku berdosa selalu membuat mu menangis, padahal kau sangat menangis saat aku menangis. 

Bu, aku hanya ingin melihat mu..
Bersama mu. ..
Di dunia maupun di Surga. 

Bahagiaku

0 komentar
Aku selalu mengira diciptakan bukan untuk dibahagiakan mereka. 
Hanya menjadi bumbu manis mereka yang pastinya akan hilang terhanyut ludah. 

Raga ku lelah mencari cara mengukir senyum indah di bibirnya, namun nyatanya aku terkadang lupa dengan bahagiaku. Dimana ia? Masih berlabuhkah di pelabuhan lainnya? 

Aku terlalu bodoh sehingga tidak bisa menghempaskan mereka yang membodoh bodohi aku. Seakan perannya selalu saja aku yang antagonis. Halah, antagonis macam apa aku yang selalu menangis.

Mungkin memang aku salah, membahagiakan mereka dengan berharap setimpal. 
Aku akan jatuh kecewa karena nyatanya berbeda. 
Aku seharusnya percaya pada kata mutiara yang selalu orang orang post di sosial media,  katanya "berharap pada manusia itu hanya menghasilkan kecewa".

Mungkin bukan mereka yang akan membuat aku bahagia
Mungkin bukan dengan mereka Tuhan memberikan aku senyum.

Namun Tuhan, 
Masih saja aku merasa sedih dan tertekan. 
Aku rasanya tidak ingin bertahan, inginnya melepaskan diri pada angin yang sedang menari sehingga aku ikut pada tariannya. 
Tapi aku tak ingin akan ada orang yang menangis atas itu.  Bukan, jelas bukan mereka. 
Diberdayakan oleh Blogger.
 

"coretan-rahmah" Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template